Selasa, 12 November 2013

TUGAS TULISAN SOFTSKILL

                                                          bahaya begadang


5. Bahaya Begadang Bagi Kesehatan Manusia

Sebagai olahraga paling diminati, sepakbola selalu mendapat perhatian lebih dari penggemarnya. Kapan pun pertandingan sepak bola digelar, bagi para penggila olahraga yang paling banyak diminati ini pasti akan ditonton. Tak terkecuali jika kita harus menyaksikannya tengah malam. Atau di saat seharusnya tengah beristirahat. Tapi karena kegemaran inilah, terkadang kita akan memaksakan diri untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, ujung-ujungnya kita harus begadang hingga pagi hari.
Mungkin yang kita kenal gangguan akibat kurang tidur atau terlalu banyak begadang bagi kesehatan yakni menjadi mudah ngantuk di siang hari. Namun, sebenarnya dari beberapa penelitian diketahui banyak bahaya lainnya dari begadang. Apa saja penyakit yang bisa ditimbulkan dari kurang tidur atau banyak begadang tersebut, berikut spotlite merangkum nya untuk Anda.

1. Meningkatkan Gejala Stroke
Bahaya pertama dari begadang yakni meningkatkan gejala stroke. Dari sebuah riset hasil penelitian dari Universitas Alabama di Birmingham yang melibatkan 5666 responden berusia 45 tahun ke atas, kuantitas tidur yang kurang dari enam jam menjadi salah satu pemicu gejala stroke.
Dalam penelitian yang di pantau perkembangannya selama tiga tahun, para responden tidak memiliki riwayat stroke, serangan isemik transien, gejala stroke atau resiko tinggi terkait sleep apnea. Dan hasil penelitian menunjukkan, mereka yang punya kebiasaan tidur kurang dari enam jam setiap hari memeiliki resiko lebih tinggi mengidap stroke dibanding responden lain yang tidurnya cukup, atau lebih dari enam jam.
Bahkan resiko stroke di antara peserta yang tidur kurang dari enam jam, tercatat lebih tinggi empat kali lipat, dibandingkan dengan mereka yang bisa tidur antara tujuh hingga delapan jam. Resiko tersebut juga berlaku bagi mereka yang memiliki indeks massa tubuh normal, atau tidak memiliki riwat hidup stroke.
Menurut pimpinan studi, Megan Ruiter Phd, durasi tidur yang pendek menjadi pemicu faktor-faktor resiko stroke lainnya. Ketika faktor resiko stroke lainnya datang, mereka yang durasi tidurnya singkat menjadi lebih kuat terserang.
Namun Ruiter menginformasikan bahwa kurangnya durasi tidur, terutama yang sudah kecanduan begagadang, bisa dimodifikasi lewat terapi kognitif.salah satunya cara tercepat dengan pemberian obat. Temuan ini menjadi dasar dalam penggunaan terapi tidur dalam mencegah perkembangan stroke. Hasil dari penelitian ini dipublikasikan oleh Ruiter dalam pertemuan tahunan Associated Profesional Sleep Societies di Boston.
2. Picu Hipertensi
Hipertensi yakni kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis. Dan hipertensi juga menjadi gejala awal lahirnya stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Dan salah satu pemicu dari hipertensi adalah begadang.
Sebuah riset terbaru mengindikasikan orang-orang dengan gejala insomnia memiliki kemungkinan hipertensi. Riset tersebut dilakukan para ilmuan Henry Ford Hospital, Detroit. Menurut peneliti jumlah penderita hipertensi lebih besar terjadi pada orang dengan masalah insomnia, atau gangguan tidur dibanding dengan mereka yang tidur normal. Menurut Christoper Drake, dari Ford Hospital Sleep Disorders and Research Center dan peneliti utama studi ini, penyebab hipertensi pada penderita insomnia, karena beberapa kali mereka sering terbangun di malam hari dan juga mereka butuh waktu untuk bisa tidur kembali. Bahkan mereka juga butuh waktu panjang untuk bisa bertransisi mulai dari terjaga penuh hingga tertidur.
Dalam penelitian lebih lanjut yang dilakukan pusat nasional untuk penelitian gangguan tidur di National Institutes of Health, sekitar 30 sampai 40 persen orang dewasa memiliki gejala insomnia, dan sekitar 10 sampai 15 persen orang dewasa menderita insomnia kronis. Dampaknya hipertensi semakin parah. Hasil penelitian tersebut juga dibahas secara khusus dalam pertemuan tahunan Associated Profesional Sleep Societies di Boston.
3. Picu Diabetes
Dampak negatif dari sering bergadang lainnya yakni terkena resiko diabetes. Penemuan tersebut juga merupakan hasil sebuah riset yang dilakukan para ilmuwan dari Brigham and Women Hospital di Boston. Dari penelitian ditemukan jadwal tidur yang tidak konsisten atau kurang tidur dapat meningkatakan resiko diabetes tipe 2.
 Dalam kajian tersebut, peneliti memantau 21 orang sehat yang semuanya tinggal di lobaratorium, tidur selama hampir enam minggu. Selama dalam penelitian siklus tidur, pola makan dan kegiatan semuanya dikontrol oleh tim peneliti. Temuan menunjukkan, peserta yang hanya diperbolehkan tidur sekitar enam jam semalam dan mengalami pergeseran siklus tidur dan banngun memiliki tingkat gula yang lebih tinggi dan proses metabolisme cenderung melambat.
Namun menurut kepala Endokrinologi dari Tulane University School of Medicine, Dr Vivian Fonseca, selain hal temuan di atas, banyak hal yang berperan terkait hubungan atara kurang tidur dan obesitas. Studi terbaru menunjukkan bahwa kadar hormon dalam tubuh seseorang cenderung mengalamai penurunan akibat kurang tidur. Hal itulah yang bisa membantu menjelaskan kenapa mereka yang terlalu banyak begadang sangat rentan mengalam obesitas. Namun Fonseca mengajak para peneliti mencari tahu apakah solusi untuk mencegah kenaikan resiko diabetes selain dengan tidur lebih banyak. Semua hasil temuan tersebut pernah dipublikasikan pada 11 April 2012 dalam jurnal Science Translation Medicine.
4. Perburuk Gangguan Telinga Berdengung
Masih ada dampak lainnya yang akan dialami oleh mereka yang ternyata mengalami insomnia akibat terlalu sering begadang. Dalam riset terbaru dijelaskan dampak negatif yang bisa menyerang mereka yang kurang tidur yakni memperberat kondisi penderita tinnitus, yaitu gejala di mana telinga atau kepala terasa sering berdengung.
Hasil kajian peneliti di Amerika yang melibatkan hampir 117 pasien tinnitus yang tengah menjalani perawatan di Henry Ford Hospital di Detroit, antara tahun 2009 hingga 2011 ditemukan, semakin parah gejala insomnia maka semakin besar keluhan gejala tinnitus, serta semakin buruk gangguan emosi. Dijelaskan salah seorang peneliti yang memimpin Departemen THT di Henry Ford Hospital, Dr Kathleen Yaremchuk, keluhan tidur, termasuk insomnia pada pasien tinnitus dapat mengakibatkan penurunan toleransi untuk penyakit mereka.
Saat ini dari 36 juta orang Amerika memiliki tinnitus. Beberapa penyebab yang sudah ditemukan sebelumnya yakni suara yang keras, kotoran di telinga, sinus dan infeksi telinga, cidera kepala dan leher, serta gangguan penyakit lyme, fibromyalgia. Semua gejala tersebut dilengkapi dengan terlalu banyak begadang sehingga tinnitus semakin akut.
5. Kegemukan
Dampak negatif terakhir dari terlalu banyak begadang, atau terkena insomnia yakni kegemukan, atau obesitas. Sebelumnya banyak dari kita salah menafsirkan kalau terlalu sering begadang akan membuat tubuh menjadi kurus. Padahal sebaliknya dengan teralu banyak begadang, obesitas akan dengan cepat menyerang kita.
Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Archives of Disease in Childhood. Saat seseorang tidak mendapat cukup istirahat, pembentukan glukosa menjadi lebih cepat dan akhirnya muncul diabetes dan di saat bersamaan kurang tidur akan menambah rasa lapar yang berujung pada peningkatan nafsu makan.
Kondisi akan diperparah karena kurang tidur membuat tubuh merasa lelah dan lemas, akibatnya aktivitas fisik yang seharusnya dilakukan siang hari menjadi berkurang. Padahal aktivitas pada siang hari akan membuat pembakaran lemak lebih maksimal. Sebaliknya karena aktivitas kurang termasuk olahraga akan memicu berat badan naik lebih cepat.


                                                Kandungan asap rokok


Asap rokok mengandung ribuan zat kimia, atau 'komponen asap,' juga disebut sebagai 'emisi asap.' Komponen asap yang paling luas dikenal adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain zat-zat ini, hingga saat ini lebih dari 7,000 zat kimia telah diketahui terkandung dalam asap rokok. Dinas kesehatan masyarakat telah menggolongkan sekitar 70 komponen asap sebagai kemungkinan penyebab penyakit yang terkait dengan merokok, seperti kanker paru, penyakit jantung, dan emfisema.
Komponen asap diukur menggunakan mesin laboratorium. Pada saat ini metode pengujian yang berstandar dan tervalidasi secara internasional hanya tersedia untuk beberapa komponen asap saja, yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida.
Kadar Tar, Nikotin, dan Karbon Monoksida
Kebanyakan perokok sudah mengenal tar, nikotin, dan karbon monoksida karena banyak pemerintah yang mengharuskan produsen untuk mengukur komponen-komponen ini untuk setiap merek rokok dan mencantumkan hasilnya pada kemasan rokok.



Tar
Tar bukanlah komponen asap yang spesifik, melainkan mengacu kepada partikel-partikel asap yang terukur dalam metode pengujian mesin. Partikel-partikel ini terbuat dari banyak komponen asap, termasuk beberapa komponen yang diyakini oleh otoritas kesehatan masyarakat sebagai kemungkinan penyebab penyakit terkait-merokok seperti kanker paru.

Nikotin
Nikotin adalah zat kimia yang terkandung secara alami dalam tanaman tembakau. Apabila tembakau dibakar, nikotin berpindah ke dalam asap. Nikotin dikenal oleh otoritas kesehatan masyarakat sebagai zat yang menimbulkan kecanduan dalam asap tembakau.

Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang terbentuk dalam asap rokok. Karbon monoksida dikenal sebagai penyebab utama penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung) pada perokok.
Komponen Asap Lainnya
Ribuan komponen asap lainnya telah diketahui terkandung dalam asap rokok. Selain nikotin dan karbon monoksida, otoritas kesehatan masyarakat telah menggolongkan sekitar 70 di antaranya sebagai kemungkinan penyebab penyakit terkait-merokok. Sebagian dari komponen ini adalah arsenik, benzena, benzo[a]pirena, logam berat (timbel, kadmium), hidrogen sianida, dan nitrosamina khusus tembakau. 


nama: Fiqry febriandri
kelas: 2ka36
npm: 12112964

Tidak ada komentar:

Posting Komentar