Kamis, 30 April 2015

Fate/Stay Night Novel Review

      

Fate/Stay Night



Pengarang: urobuchi gen

Penerbit: kadokawa shoten
                  Type moon


       Suatu hari ada seorang pemuda SMA bernama Shirou emiya yang kehilangan kedua orang tuanya dalam kebakaran besar ketika dia masih kecil, lalu kemudia dia diasuh oleh seorang penyihir bernama kiritsugu emiya. Meskipun dia sangat mengagumi ayah angkatnya dan selalu bermimpi menjadi pahlawan pembela keadilan, shirou memiliki kekuatan yang terbatas dan tidak bisa menjadi seorang penyihir yang kuat seperti ayahnya.

                                                               Shirou Emiya
                                               ilustrasi gambar dari series film nya

        saat pulang dari sekolah shiro melihat sesuatu yang aneh di belakang sekolah, saat dilihat dari dekat ternyata ada 2 orang pria aneh yang memegang senjata dan sedang bartarung , saat  shiro ingin pergi ternyata salah satu nya mengikutinya sampai ke kelas, pria tersebut  membawa tombak panjang dan menusukan ke jantung shiro. Rin Tohsaka yang melihat shiro tergeletak merasa bersalah karna dia adalah salah satu master dari rohservent  tersebut, dengan menggunakan kalung pemberian ayahnya, rin mencoba untuk menyembuhkan shirou.  Setelah semua kejadian aneh yang terjadi shiro terpaksa untuk ikut didalam perang memperebutkan ’holy grail’ dan tanpa sengaja memanggil roh servant perempuan bernama saber untuk melindungi dirinya.

                                                                    Saber

        Perang ini adalah perang antar penyihir untuk memperebutkan benda pusaka yang mampu mengabulkan semua keinginan yang disebut dengan ’holy grail’. Ada tujuh master yang mampu memanggil  roh pahlawan, diantaranya Tohsaka Rin Dan Shirou Emiya.  Karna shiro yang tidak tau apa apa tentang peperangan ini rin pun membantu shiro dalam perang dan tanpa di sadari mereka menjadi partner. Ada tujuh servant dari kelas yang berbeda, yaitu Saber, Archer, Rider, Berserker, Lancer, Caster and Assasin. Mereka semua adalah para roh pahlawan yang merasa belum puas  dengan kehidupan mereka dan ingin mengulang kembali kehidupannya dengan cara memenangkan holy grail. Para servant  harus menyembunyikan jati diri dan nama asli mereka guna mencegah kelemahan mereka diketahui oleh pihak lawan.

                                                                Rin Tohsaka


           Cerita ini mengisahkan tentang shirou dan keterlibatannya dalam perang holy grail. Shiro yang mengetahui niat jahat dari master lainnya merasa dia harus menghentikan mereka mendapatkan holy grail, dan melawan master master lain dalam pertarungan tingkat tinggi yang belum pernah dialaminya. Shiro meminta saber mengajarinya tekhnik berpedang, karna saber adalah salah satu servent kelas petarung pedang terkuat. Dengan niat dan rasa keadilan yang dimilikinya, shiro pun mampu melawan master lainya satu per satu, meski tidak mudah dan penuh rintangan dengan bantuan saber dan rin, shiro akhirnya memenangkan perang tersebut dan mampu mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang pahlawan.


Nama: Fiqry febriandri
Npm  : 12112964
Kelas : 3ka36

Rabu, 01 April 2015

Makalah Penalaran Deduktif Dan Induktif

BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

     Penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpuan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Dalam pernyataan-pernyataan itu terdiri dari pengertia-pengertian sebagai unsurnya yang antara pengertian satu dengan yang lain ada batas-batas tertentu untuk menghindarkan kekabutan arti.

      Unsur-unsur di sini bukan merupakan bagian-bagian yang menyusun suatu penalaran tetapi merupakan hal-hal sebagai prinsip yang harus diketahui terlebih dahulu, karena penalaran adalah suatu proses yang sifatnya dinamis tergantung pada pangkal pikirnya. Unsur-unsur penalaran yang dimaksudkan adalah tentang pengertian, karena pengertian ini merupakan dasar dari semua bentuk penalaran. Untuk mendapatkan pengertian sesuatu dengan baik sering juga dibutuhkan suatu analisa dalam bentuk pemecah-belahan sesuatu pengertian umum ke pengertian yang menyusunnya, hal ini secara teknis disebut dengan istilah pembagian.

       Dan selanjutnya diadakan pembatasan arti atau definisi. Mendefinisikan sesuatu masalah bukanlah hal yang berlebihan, tetapi untuk memperjelas sebagai titik tolak penalaran, sehingga kekaburan arti dapat dihindarkan. Definisi dan pembagian merupakan dua hal yang saling melengkapi. Untuk mendapatkan definisi yang baik sering membutuhkan suatu pembagian. Demikian juga untuk memudahkan mengadakan pembagian, suatu definisi sering juga dibutuhkan.

        Soedjadi menyatakan dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Meskipun pada akhirnya siswa diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses pembelajaran matematika dapat digunakan pola pikir induktif (Soedjadi,2000). Oleh karena itu, Makalah ini membahas berpikir  deduktif dan induktif dalam matematika sehingga dalam mempelajari matematika siswa terlibat dengan berpikir.

B. Rumusan Masalah
1.           Bagaimana cara penalaran yang baik menurut tata Bahasa Indonesia?
2.          Apakah pengertian berpikir Induktif dan deduktif?
3.          Bagaimanakah penggunaan pola pikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran
             mmatematika?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami proses penalaran ilmiah secara memadai.
2. Menganalisis pengertian berpikir induktif dan deduktif.
3. Menganalisis penggunaan pola pikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran  matematika.

D. Manfaat Penulisan
1.       Makalah ini diharapkan dapat memperdalam teori keilmuan tentang tata Bahasa Indonesia khususnya tentang proses penalaran. Dan setelah membaca makalah ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi yang ingin membuat  karangan ilmiah dan sebagainya.

2.        Dengan menganalisis pengertian berpikir induktif dan deduktif, guru dapat menentukan pola pikir induktif atau deduktif atau kedua-duanya yang lebih cocok digunakan dalam pembelajaran matematika.

3.        Dengan menganalisis penggunaan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran  matematika, guru dapat menggunakan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran  matematika pada kelasnya masing-masing.

BAB II
Pembahasan

1. Pengertian Penalaran
          Penalaran adalah suatu proses berfikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang logis berdasarkan atas evidensi yang relevan. Dengan demikian, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Data atau fakta yang dinalarkan itu boleh benar dan boleh tidak. Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk mencapai satu kesimpulan harus dalam bentuk kalimat pernyataan.



2. Pengertian Berpikir Deduktif

       Deduktif berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induktif (W.J.S.Poerwadarminta,2006).

        Deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan (S.Suriasumantri, 2005).

         Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Adapun berbagai macam corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternatif, entimem, dan sebagainya.

         a. Silogisme Kategorial

      Silogisme adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut dengan premis. Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi kategorial, yang disusun menjadi tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan, misalnya:

(1)               Semua karyawan adalah PNS.
(2)               Semua PNS adalah peserta Jamsostek.
(3)               Jadi, semua karyawan adalah peserta Jamsostek.

            Dalam rangkaian diatas terdapat tiga proposisi: (1) + (2) + (3). Dalam contoh ini rangkaian kategorial hanya terdapat dalam tiga term, dan tiap term muncul dalam dua proposisi. Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan subyek dari konklusinya disebut term minor dari silogisme. Sementara term yang muncul dalam kedua premis namun tidak muncul dalam kesimpulan disebut premis tengah.
         

 b. Silogisme Hipotesis

         Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesa. Silogisme hipotesis bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab itu rumus proposisi mayor silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q

Contoh
Premis Mayor  : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor   : Hujan turun
Konklusi          : Sebab itu Jazira tidak akan pergi kursus
Atau

Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor   : Hujan tidak turun
Konklusi          : Sebab itu Jazira akan pergi kursus

       Walaupun premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap bersifat kategorial. Premis mayor sebenarnya mengandung dua pernyataan kategorial, yang dalam contoh hujan tidak turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya disebut anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan mempengaruhi kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan pada akibatnya’.

     c. Silogisme Alternatif
      Jenis silogisme alternatif biasa juga disebut dengan silogisme disjungtif, karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. 
         Konklusi silogisme ini tergantung pada premis minornya, jika premis minornya menerima satu alternatif maka alternatif lainnya akan ditolak; dan jika premis minornya menolak satu alternatif maka alternatif lainnya akan diterima dalam konklusi.

Contoh :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor   : Zian ada di sekolah
Konklusi          : Sebab itu, Zian tidak ada dirumah
Secara praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau menemukan sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai dengan pola silogisme alternatif diatas.

      d. Entimem
      Silogisme sebagai suatau cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artificial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan,proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem (dari enthymeme enthymema,yunani. Kata itu berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’). Entimen adalah penalaran deduktif secara langsung. Misalnya sebuah silogisme asli akan dinyatakan oleh seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian sebagai berikut:

Premis mayor  : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain kawakan.
Premis minor   : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi          : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.

           Bila pengasuh ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya tulisan sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.”

            Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.


3.Pengertian Berpikir Induktif

      Induktif adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (W.J.S.Poerwadarminta,2006).

      Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (Suriasumantri,2005).

      Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif. Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya.

A.Generalisasi
            Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
     Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan  pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.

B. Hipotesis dan teori

1. Hipotesis
            Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.


- Ciri Hipotesis Yang Baik

Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat
       pertanyaan.
2.    Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3.    Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4.    Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan
       bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau
       pengaruh antar variabel termaksud.
5.    Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
       pengertian.


2. Teori
         Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.

        Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.

-Hubungan antara hipotesis dengan teori
        Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.

           Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.

 Analogi

        Analogi dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan). Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses penalaran induktif. 
        Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain.

C.Macam-macam analogi

        1. Analogi Induktif
       Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.

             2. Analogi Deklaratif
       Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.


d. Hubungan Kausal

            Hubungan kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa sebab yang sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:

(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.

(2). Hubungan akibat-sebab
Yaitu hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.

(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.

E.Induktif dalam metode eksposisi

       Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.

        Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang telah terjadi.

3. Penggunaan pola pikir deduktif dan induktif dalam pembelajaran matematika

     Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1974) mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus.

           Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.

           Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positif kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999).

             Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif.

            Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan masalah. Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.

           Jadi, Penggunaan pola pikir deduktif dan induktif dalam pembelajaran matematika terlihat pada penghitungan keliling bangun datar. Siswa diajak untuk berkeliling lapangan sekolah dan diajak menentukan bangun datar apa yang sudah mereka kelilingi untuk mengarahukskan kepada siswa cara menghitung keliling lapangan yang berbentuk persegi panjang. Pada saat mereka berkeliling dapat membentuk pola pikir induktif siswa.
             Kemudian saat siswa diajak untuk menghitung  keliling lapangan dapat terbentuk pola pikir induktif atau deduktif. Saat anak diajak untuk menghitung keliling bangun datar segi banyak dapat membentuk pola piki deduktif siswa.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1.        Berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Sedangkan berpikir induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.

2.        Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif.



DAFTAR PUSTAKA

https://sites.google.com/site/mathwithsulistio/mpractice/logika/alasan-deduktif-dan-induktif
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://sepitri.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14524/slide+penalaran.ppt
http://www.academia.edu/9672517/Contoh_Penalaran_Induktif_dan_Deduktif

Nama: Fiqry febriandri
Npm  : 12112964
Kelas : 3ka36

tulisan softskill (bhs.indonesia)

SISTEM INFORMASI

        Sistem informasi atau sistem merupakan kumpulan dari sub-sub, elemen-elemen, prosedur-prosedur yang saling berinteraksi, berintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu seperti informasi, target, dan tujuan lainnya. sedangkan Informasi merupakan data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi pengguna dan mempunyai nilai yang nyata atau dapat dirasakan manfaatnya dalam keputusan-keputusan yang akan datang.

              Perkembangan yang ada Sistem Informasi meliputi Sistem Informasi Tradisional yaitu suatu sistem informasi yang dioperasikan dan dikelola secara semi-manual. SI beroperasi secara lambat sehingga pengambilan keputusan sering berdasarkan data asumsi/perkiraan. lalu Sistem Informasi Berbasis Komputer yaitu Penggunaan teknologi komputer untuk mendukung penciptaan SI sehingga waktu  menghasilkan informasi lebih singkat dengan tingkat keakuratan yang tinggi, dan mengurangi birokrasi.

           lalu Sistem Informasi Berbasis Jaringan Perkantoran yaitu sistem informasi dengan jaringan komputer perkantoran untuk membuka sejumlah tempat transaksi, dan laporan dapat diperoleh secara on-line. dan Sistem Informasi Lintas Platform yaitu sistem informasi dengan teknologi internet yang dapat menghubungkan komputer di seluruh dunia untuk kegiatan bisnis jual beli secara online.

Kemampuan Sistem Informasi
- Transaksi lebih cepat & akurat.
- Kapasitas penyimpanan lebih besar & akses lebih cepat.
- Alat pendukung pengambilan keputusan.

          Ada yang membuat perbedaan yang jelas antara sistem informasi, dan komputer sistem tik, dan proses bisnis. Sistem informasi yang berbeda dari teknologi informasi dalam sistem informasi biasanya terlihat seperti memiliki komponen tik. Hal ini terutama berkaitan dengan tujuan pemanfaatan teknologi informasi. Sistem informasi juga berbeda dari proses bisnis. 

           Sistem informasi membantu untuk mengontrol kinerja proses bisnis Dengan demikian, sistem informasi antar-berhubungan dengan sistem data di satu sisi dan sistem aktivitas di sisi lain. Sistem informasi adalah suatu bentuk komunikasi sistem di mana data yang mewakili dan diproses sebagai bentuk dari memori sosial. Sistem informasi juga dapat dianggap sebagai bahasa semi formal yang mendukung manusia dalam pengambilan keputusan dan tindakan.

Nama: Fiqry febriandri
Npm  : 12112964
Kelas : 3ka36