BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penalaran atau reasoning merupakan suatu
konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai
pada suatu kesimpuan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang
telah diketahui. Dalam pernyataan-pernyataan itu terdiri dari
pengertia-pengertian sebagai unsurnya yang antara pengertian satu dengan yang
lain ada batas-batas tertentu untuk menghindarkan kekabutan arti.
Unsur-unsur
di sini bukan merupakan bagian-bagian yang menyusun suatu penalaran tetapi
merupakan hal-hal sebagai prinsip yang harus diketahui terlebih dahulu, karena
penalaran adalah suatu proses yang sifatnya dinamis tergantung pada pangkal
pikirnya. Unsur-unsur penalaran yang dimaksudkan adalah tentang pengertian,
karena pengertian ini merupakan dasar dari semua bentuk penalaran. Untuk
mendapatkan pengertian sesuatu dengan baik sering juga dibutuhkan suatu analisa
dalam bentuk pemecah-belahan sesuatu pengertian umum ke pengertian yang
menyusunnya, hal ini secara teknis disebut dengan istilah pembagian.
Dan selanjutnya diadakan pembatasan arti
atau definisi. Mendefinisikan sesuatu masalah bukanlah hal yang berlebihan,
tetapi untuk memperjelas sebagai titik tolak penalaran, sehingga kekaburan arti
dapat dihindarkan. Definisi dan pembagian merupakan dua hal yang saling
melengkapi. Untuk mendapatkan definisi yang baik sering membutuhkan suatu
pembagian. Demikian juga untuk memudahkan mengadakan pembagian, suatu definisi
sering juga dibutuhkan.
Soedjadi menyatakan dalam matematika
sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Meskipun pada akhirnya siswa
diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses pembelajaran matematika
dapat digunakan pola pikir induktif (Soedjadi,2000). Oleh karena itu, Makalah
ini membahas berpikir deduktif dan
induktif dalam matematika sehingga dalam mempelajari matematika siswa terlibat
dengan berpikir.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penalaran yang baik menurut
tata Bahasa Indonesia?
2. Apakah pengertian berpikir Induktif dan deduktif?
3. Bagaimanakah penggunaan pola pikir
induktif dan deduktif dalam pembelajaran
mmatematika?
C. Tujuan Penulisan
1.
Dapat memahami proses penalaran ilmiah secara memadai.
2.
Menganalisis pengertian berpikir induktif dan deduktif.
3.
Menganalisis penggunaan pola pikir induktif dan deduktif dalam
pembelajaran matematika.
D. Manfaat Penulisan
1. Makalah ini diharapkan dapat memperdalam
teori keilmuan tentang tata Bahasa Indonesia khususnya tentang proses
penalaran. Dan setelah membaca makalah ini diharapkan dapat berguna bagi
pembaca khususnya bagi yang ingin membuat
karangan ilmiah dan sebagainya.
2. Dengan menganalisis pengertian berpikir
induktif dan deduktif, guru dapat menentukan pola pikir induktif atau deduktif
atau kedua-duanya yang lebih cocok digunakan dalam pembelajaran matematika.
3. Dengan menganalisis penggunaan pola
pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran
matematika, guru dapat menggunakan pola pikir induktif-deduktif dalam
pembelajaran matematika pada kelasnya
masing-masing.
BAB
II
Pembahasan
1. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah suatu proses
berfikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga
sampai pada suatu kesimpulan yang logis berdasarkan atas evidensi yang relevan.
Dengan demikian, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk
menarik kesimpulan. Data atau fakta yang dinalarkan itu boleh benar dan boleh
tidak. Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk mencapai satu
kesimpulan harus dalam bentuk kalimat pernyataan.
2. Pengertian Berpikir Deduktif
Deduktif
berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari
keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya
induktif (W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Deduktif adalah cara berpikir dimana
dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang
dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan (S.Suriasumantri, 2005).
Metode berpikir deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Adapun berbagai macam corak
berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme
disjungtif, atau silogisme alternatif, entimem, dan sebagainya.
a. Silogisme Kategorial
Silogisme adalah suatu bentuk penalaran
yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk
menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang
ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut dengan premis. Silogisme
kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu
rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi kategorial, yang
disusun menjadi tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu, dan tiap
term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan, misalnya:
(1) Semua karyawan adalah PNS.
(2) Semua PNS adalah peserta
Jamsostek.
(3) Jadi, semua karyawan adalah
peserta Jamsostek.
Dalam rangkaian diatas terdapat
tiga proposisi: (1) + (2) + (3). Dalam contoh ini rangkaian kategorial hanya
terdapat dalam tiga term, dan tiap term muncul dalam dua proposisi. Term
predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan
subyek dari konklusinya disebut term minor dari silogisme. Sementara term yang
muncul dalam kedua premis namun tidak muncul dalam kesimpulan disebut premis
tengah.
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme
pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesa.
Silogisme hipotesis bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa
yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya
mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab itu rumus proposisi
mayor silogisme ini adalah:
Jika
P, maka Q
Contoh
Premis
Mayor : Jika tidak turun hujan, maka
Jazira akan pergi kursus.
Premis
Minor : Hujan turun
Konklusi : Sebab itu Jazira tidak akan pergi
kursus
Atau
Premis
Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis
Minor : Hujan tidak turun
Konklusi : Sebab itu Jazira akan pergi kursus
Walaupun
premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap bersifat
kategorial. Premis mayor sebenarnya mengandung dua pernyataan kategorial, yang
dalam contoh hujan tidak turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya
disebut anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam
silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan mempengaruhi
kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan pada
akibatnya’.
c. Silogisme Alternatif
Jenis
silogisme alternatif biasa juga disebut dengan silogisme disjungtif, karena
proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang
mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya
adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu
alternatifnya.
Konklusi silogisme ini tergantung pada premis minornya, jika
premis minornya menerima satu alternatif maka alternatif lainnya akan ditolak;
dan jika premis minornya menolak satu alternatif maka alternatif lainnya akan
diterima dalam konklusi.
Contoh
:
Premis
Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis
Minor : Zian ada di sekolah
Konklusi : Sebab itu, Zian tidak ada dirumah
Secara
praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau
menemukan sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai dengan pola silogisme
alternatif diatas.
d. Entimem
Silogisme sebagai suatau cara untuk
menyatakan pikiran tampaknya bersifat artificial. Dalam kehidupan sehari-hari
biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan.
Walaupun dihilangkan,proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran dan
dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem
(dari enthymeme enthymema,yunani. Kata itu berasal dari kata kerja
enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’). Entimen adalah penalaran
deduktif secara langsung. Misalnya sebuah silogisme asli akan dinyatakan oleh
seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian sebagai berikut:
Premis
mayor : Siapa saja yang dipilih
mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain kawakan.
Premis
minor : Rudy Hartono terpilih untuk
mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi : Sebab itu Rudy Hartono adalah
seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Bila pengasuh ruangan olahraga menulis
seperti diatas dan semua gaya tulisan sehari-hari mengikuti corak tersebut,
maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil
bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah
seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti
pertandingan Thomas Cup.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yang disusun dari dua buah
pernyataan dan sebuah kesimpulan.
3.Pengertian Berpikir Induktif
Induktif adalah cara mempelajari sesuatu
yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang
umum (W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan
terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum (Suriasumantri,2005).
Metode berpikir induktif adalah metode
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena
yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu
proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif. Proses penalaran
induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi yaitu: generalisasi,
hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya.
A.Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses
penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk
menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena –
fenomena.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa
mobil adalah semacam kendaraan
pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan
hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri
tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari
bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih
tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
B. Hipotesis dan teori
1.
Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal
dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis artinya pernyataan atau
pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu
diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam
kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses
penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe
proposisi yang langsung dapat diuji.
-
Ciri Hipotesis Yang Baik
Perumusan
hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat
pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai
hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan
dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (testable).
Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan
bagaimana variabel-variabel penelitian
itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau
pengaruh antar variabel termaksud.
5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan
terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
pengertian.
2.
Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau
variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah
pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis
yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan,
meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian
di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu
model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
-Hubungan
antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis
proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan
kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis
menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya
pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka
teoritis.
Hipotesis ini, diturunkan, atau
bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah
yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan menghasilkan
hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah
yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif
peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji
hipotesis yang diturunkan dari teori.
Analogi
Analogi
dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan).
Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat
benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan
dengan gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses
penalaran induktif.
Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi
induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang
sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama
akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
C.Macam-macam analogi
1. Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang
disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik
kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena
kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk
membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya, Tim
Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim
Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
2. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode
untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar,
dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide
baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal
yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan
negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga
negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar
diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
d. Hubungan Kausal
Hubungan kausal sering diartikan
sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan,
hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa sebab yang sampai kepada
kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab
akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke
sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke
akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1).
Hubungan sebab-akibat.
Yaitu
dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada
kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok
adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
(2).
Hubungan akibat-sebab
Yaitu
hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu
dianalisis untuk mencari sebabnya.
(3).
Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu
dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat
pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah
seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
E.Induktif dalam metode eksposisi
Eksposisi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana
isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan
gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan
ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi
informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang bertolak
dari hal-hal khusus ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi
atas fenomena yang telah terjadi.
3.
Penggunaan pola pikir deduktif dan induktif dalam pembelajaran matematika
Dalam belajar matematika memerlukan
penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1974) mengklasifikasikan penalaran
dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan
bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk
semua kasus.
Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan
konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme
benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar.
Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut
penalaran deduktif.
Peressini dan Webb (1999) di samping
memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya
matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika
sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya
matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan
positif kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat
matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan;
(c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan
menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e)
kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah
dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb,
1999).
Pembelajaran matematika beracuan
konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif.
Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif yang memuat
kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman siswa
sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh
suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam
kegiatan induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis
menggunakan pola pikir induktif.
Ketika siswa memecahkan masalah
siswa menggunakan pola pikir induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan
demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan masalah. Salah satu
alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang
melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang
memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan
pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase
kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan
induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.
Jadi, Penggunaan pola pikir deduktif
dan induktif dalam pembelajaran matematika terlihat pada penghitungan keliling
bangun datar. Siswa diajak untuk berkeliling lapangan sekolah dan diajak
menentukan bangun datar apa yang sudah mereka kelilingi untuk mengarahukskan
kepada siswa cara menghitung keliling lapangan yang berbentuk persegi panjang.
Pada saat mereka berkeliling dapat membentuk pola pikir induktif siswa.
Kemudian saat siswa diajak untuk
menghitung keliling lapangan dapat
terbentuk pola pikir induktif atau deduktif. Saat anak diajak untuk menghitung
keliling bangun datar segi banyak dapat membentuk pola piki deduktif siswa.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berpikir deduktif adalah cara berpikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Sedangkan berpikir induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual.
2. Pembelajaran matematika dengan fokus
pada pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah dapat
diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus
yang dialami siswa. siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika
dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat
dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat
daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian
jika memungkinkan siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif.
DAFTAR
PUSTAKA
https://sites.google.com/site/mathwithsulistio/mpractice/logika/alasan-deduktif-dan-induktif
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://sepitri.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14524/slide+penalaran.ppt
http://www.academia.edu/9672517/Contoh_Penalaran_Induktif_dan_Deduktif
Nama: Fiqry febriandri
Npm : 12112964
Kelas : 3ka36